Pemuda Tomohon Refleksikan Peristiwa Merah Putih 14 Februari
TOMOHON, TotabuanExpress.co.id – Tanggal 14 Februari selalu identik dengan valentine. Fenomena tahunan yang selalu dinanti, khususnya para kawula muda. Hampir tak ada yang luput dari eforia hari kasih sayang itu.
Namun sikap berbeda ditunjukkan puluhan orang muda Kota Tomohon. Muda-mudi Kota Bunga itu berkumpul untuk mendiskusikan sebuah peristiwa sejarah. Peristiwa Merah Putih 14 Februari 1946 namanya atau kerap disebut sebagai peristiwa heroik.
Diinisiasi Forum Tomohon bersama Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Tomohon, diskusi bertajuk “Pemuda dan Nasionalisme” itu digelar di SS Cafe and Bar, Jalan raya Matani 3, Kota Tomohon, Jumat (14/02).
Anugrah Pandey selaku pemandu diskusi menjelaskan, peristiwa heroik merupakan bukti perjuangan rakyat Sulawesi Utara (Sulut), dalam memperjuangkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dikupas.
Rikson Karundeng, dari Institut Sejarah Budaya Minahasa (SEBUMI), juga peneliti Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur (PUKKAT), mengawali diskusi dengan memaparkan aspek historis peristiwa Merah Putih, tokoh-tokoh penting di balik peristiwa itu hingga dampak-dampaknya bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ditegaskan, peristiwa ini mempunyai andil besar dalam kemerdekaan Indonesia namun diakui sejarah penting tersebut hampir tidak tertulis dalam catatan sejarah bangsa Indonesia.
“Peristiwa 14 Februari 1946 sangat luar biasa nilai historisnya. Gerakan yang dipelopori para intelektual, tentara gagah berani dan para pemuda seperti Sam Ratulangi, Ch. Taulu, B.W. Lapian, menjadi pemicu gerakan perlawanan di daerah lain, tapi juga sangat membantu perjuangan diplomat Indonesia L.N. Palar ketika itu di dunia internasional. Ini bukti sejarah bahwa orang Sulawesi Utara bagian penting dari sejarah kemerdekan Indonesia,” papar Karundeng.
Menurutnya peristiwa Merah Putih berhasil mencengangkan dunia dan membanggakan Presiden Sukarno ketika itu.
“Kecerdasan dan keberanian para pemuda, tentara dan sejumlah tokoh sipil ketika itu berhasil membuat kekuatan militer dan pemerintahan Belanda berhasil ditaklukkan. Pagi-pagi 14 Februari 1946, tangsi militer di Teling, pusat-pusat pemerintahan yang dikuasai Belanda telah berhasil dikuasai, bendera merah putih telah berkibar di Manado, Tomohon dan sejumlah tempat lainnya,” ungkapnya.
“Opini yang dibangun Belanda di dunia internasional jika perjuangan kemerdekaan RI hanya di Jawa dan Sumatera, berhasil dipatahkan. Buktinya peristiwa Merah Putih terjadi di Manado, digerakkan orang Minahasa, Sulawesi Utara yang dikenal gudang serdadu Belanda. Apalagi coup itu dilakukan oleh serdadu KNIL sendiri. L.N. Palar kemudian menegaskan jika perjuangan kemerdekan dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia,” tandas Karundeng.
Peristiwa Merah Putih diakui sarat nilai dan seharusnya terus digali dan direfleksikan oleh rakyat Sulut, khususnya para pemuda.
Nina Najoan, mantan Sekretaris Umum (Sekum) pengurus pusat GMKI, juga Koordinator Asia Pasifik World Student Christian Federation, yang merefleksikan peristiwa ini dalam konteks nasional kini mengatakan, peristiwa ini merupakan jati diri rakyat Sulut. Sekarang masyarakat Sulut, para pemuda harus merefleksikan peristiwa ini dengan konteks negara yang sudah merdeka.
“Semangat yang digaungkan para pejuang gerakan ini merupakan semangat cinta negeri. Jika pejuang dulu berjuang secara fisik, kita sekarang dengan konteks negara yang sudah merdeka tentunya berjuang mewujudkan kemerdekaan yang sesungguhnya,” tuturnya.
“Karena masih banyak hak-hak rakyat yang belum diberikan, hak kebebasan beragama, sosial, ekonomi, politik dan lain sebagainya,” tutupnya.
Sementara, Abraham Lintong, Ketua Bidang Pendidikan Kader dan Kerohanian GMKI Cabang Tomohon yang juga pegiat Komunitas Penulis MAPATIK, merefleksikan peristiwa ini dalam bingkai Sulut. Ia menegaskan, ada peran pemuda yang besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, khususnya di peristiwa 14 Februari 1946 ini.
“Tapi sayangnya sekarang pemuda khususnya, sudah mulai apatis. Apalagi berpikir dan terlibat langsung dalam gerakan kebangsaan,” ungkapnya.
Ia berharap, melalui peristiwa ini rakyat bahkan pemuda-pemudi Sulut dapat bersatu mejaga keutuhan NKRI, terlebih menjaga dan menghargai keberagaman yang ada.
Turut hadir dalam FGD ini, sejumlah anggota GMKI Cabang Tomohon, Himpunan Mahasiswa (HIMA) Tomohon, Institut Kumatau, Komunitas Penulis MAPATIK, Komunitas Film Tomohon (KofiTo), aktivis dan jurnalis di Tomohon.
(Tim TE)