Kota Bunga, Puncak Mahawu dan Keriangan Pewarta Boltim

Oleh: Matt Rey Kartorejo
RENCANA para pewarta mengunjungi Kota Tomohon sudah didiskusikan beberapa hari sebelumnya. Tujuannya untuk membahas hal-hal penting terkait peningkatan kapasitas para jurnalis yang ada di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim).
Perjalanan ke Kota Bunga, rencanannya pada pukul delapan pagi, tapi kami berangkat sedikit terlambat.
Kamis 14 Juli 2022, pagi itu cuaca di Desa Bulawan, Kecamatan Kotabunan, terlihat mendung. Aku berbaring di dalam rumah, sambil menonton TV. Tiba-tiba terdengar suara dari luar. “Mo jadi pigi?” Tanya Mikdat Ligawa.
Aku kemudian bangkit dan menjawab pertanyaan Mikdat. “Iyo, mopigi napa kita so basiap.”
Beberapa menit kemudian, Gafur Sarundayang dan Rinto Lakoro tiba di rumah ku. Disusul Dio Djubair, Anhar Kadengkang dan Jumadi Bawenti.
Setelah semua siap, kami berangkat menuju Kota Tomohon dengan menggunakan Mobil Toyota Avansa milik Migdat.
Pukul 11.15 Wita, desa Buyat sudah dilalui. Memasuki wilayah Minahasa Tenggara (Mitra), Sejenak kami mampir di salah satu warung kecil membeli air mineral dan beberapa bungkus rokok kemudian perjalanan kami lanjutkan.
Kala itu Anhar Kadengkang yang jadi pengemudi. Ketika melewati Desa Basaan, semua mata tertuju ke sisi kiri jalan. Kami melihat ada seorang anak yang bersepeda bersenggolan dengan sepeda motor. Usai melihat insiden itu, Anhar yang jadi mengemudi mulai fokus mengemudi mobil.
Memasuki Desa Mangkit, Kecamatan Belang, hujan mulai turun. Bahan Bakar Minyak (BBM) di mobil yang kami tumpangi tinggal sedikit, namun kami melanjutkan perjalanan tanpa rasa khawatir. Pada pukul 12.00 Wita, kami singgah di SPBU Desa Belang untuk mengisi BBM.
Sejenak di Perbatasan Mitra-Minahasa
Kota Tomohon yang jadi tujuan para pewarta Boltim, belum digapai. Perjalanan yang penuh keceriaan itu terus berlanjut. Pukul 12.48. Wita, memasuki perbatasan Mitra Minahasa, kami mampir sejenak untuk buang air kecil. Aku turun dari mobil diikuti Gafur, Mikdat, Dio, dan Anhar. Jumadi dan Rinto tetap di dalam mobil. Usai buang air kecil, kami tak membuang-buang waktu dan kembali melanjutkan perjalanan dengan sedikit lega.
Salah Jalan dan Sedikit ‘Tapontar’
Entah apa yang ada di pikiran Anhar Kadengkang. Pria yang akrab disapa Iking ini merupakan sopirĀ profesional. Persoalan rute, adalah hal yang kecil bagi Iking. Namun, saat memasuki Desa Langowan, Iking memilih rute yang tidak biasa ia lalui.
Saat asik-asiknya kami berbincang di dalam mobil, terdengar suara Iking. Sepertinya ia ragu dengan rute yang dilalui. “Ta solupa ini jalang,” ujar Iking sambil terkekeh-kekeh.
Meski begitu, Iking terus memacu mobil yang ia kemudi dengan tenang.
“Bagini so di Kawangkoan, ini kua tambah-tambah urusan” kata Dio sedikit bercanda.
“Ini kua tambah-tambah urusan. Ada mo batola oto ini,” sambung Mikdat dengan suara terbahak-bahak.
Perjalanan Sedikit ‘tapontar’ (kesasar). Terlihat bangunan SMP PGRI Pangolombian. Iking yang berusaha mencari jalan trans, sangat tenang. Beberapa menit kemudian, kami sudah di jalur yang biasa dilalui.
Gafur yang duduk di bangku ke dua mengeluarkan kata-kata bernada canda.
“Mar tasuka ngana pe spekol-spekol ini King,” kata Gafur sambil tersenyum.
Mendengan tuturan bernada ironi ini, Iking hanya tersenyum sedikit tersipu.
Tiba Di Kota Tomohon
Setelah melalui perjalanan yang cukup panjang, Para pewarta Boltim akhirnya tiba di Kota Tomohon pada pukul 14.00 Wita. Tujuan selanjutnya mencari rumah bung Rikson Karundeng. Untuk sampai di kediaman Rikson, Dio Djubair yang jadi pemandu, sebab ia sudah beberapa kali pergi ke rumah Rikson. Hanya beberapa menit, kami tiba di rumah yang dituju.
Di sana, kami sedikit menghilangkan penat. Aku yang ingin buang air kecil terpaksa aku tahan lantaran takut dengan anjing peliharaan milik Rikson. Bukan hanya saya, tapi Iking juga ternyata phobia anjing.
Kami boleh buang air kecil ketika melihat dua anjing peliharaan itu masih terikat dengan rantai.
Iking yang sudah tidak tahan buang air kecil, akhirnya memberanikan diri pergi ke toilet yang berada di bagian dapur. setelahnya, aku kemudian menuju toilet dengan perasaan cemas.
“Mat, torang picari tampa bacirita jo ne supaya sadiki santai” kata Rikson.
Sebelum pergi, kami diberi pencerahan sedikit oleh Rikson.
Nasehat-nasehat bernada positif terucap. Menurut Rikson, jika berteman harus benar-benar ikhlas. Yang terpenting menjaga hubungan pertemanan agar lebih akur.
“Torang batamang baku-baku bae, kerena satu teman itu susah dicari,” kata Rikson.
Sedikit berbincang, kami kemudian beranjak menuju ke suatu tempat. Kedai Kopi ‘Singgah Sayang’ jadi tempat kami berdiskusi.
Kedai itu berada di di depan Patung Tololiu, tepatnya di Jalan Matani lll Tomohon.
Kami memesan kopi susu dan kopi hitam. Tak lama kopi yang dipesan tersaji di atas meja.
Di kedai, kami bercerita panjang lebar. Mulai dari pembahasan Uji Kompetensi Wartawan hingga cerita politik.

Saat berbincang di kedai itu, kami ditemani sahabat se profesi dari Tomohon. Mereka adalah Endo, Anugrah dan Sian Langi.
Sekira 40 menit kami berbincang ringan, Rikson mengajak kami untuk makan siang di Puncak Inspirasi. Setelah berpamitan dengan teman-teman dari Tomohon, kami bergegas menuju tempat yang dituju.
Di perjalanan, rencana ke Puncak Inspirasi berubah. Kami lebih memilih ke Puncak Gunung Mahawu.
Terpesona Dengan Indahnya Puncak Gunung Mahawu
Puncak Gunung Mahawu terdapat pemandangan yang sangat indah. Kami yang belum pernah menjajakkan kaki ke tempat wisata itu sangat penasaran. Akhirnya kami menuju ke sana.
Dalam perjalanan, kami disuguhi pemandangan kawasan perkebunan yang cukup memanjakan mata. Sejenak kami berfoto ria agar tidak melewatkan momen indah itu. Lima menit kami habiskan waktu berswafoto, kemudian melanjutkan perjalanan.
Saat sampai di kaki Gunung Mahawu,
kami mulai jalan kaki untuk sampai ke puncak. Gerak cepat mulai diperagakan sebab hari mulai gelap.
Saat naik ke puncak Mahawu, Hen menoleh ke belakang sambil berseru,
“Depe rahasia jang bataia. Kabut mo tutup patorang.”
Perlahan kami tapaki anak tangga satu demi satu. Terlihat Dio sedikit kelelahan ia kemudian berhenti menghilangkan letih.
Teman-taman lain terus berjalan. Mereka sudah tak sabar melihat langsung pemandangan puncak Gunung Mahawu. Akhirnya pada jam 17.12 Wita, puncak Mahawu digapai.
Teman-teman begitu riang ketika
Memandang dan merasakan langsung kesegaran serta keindahan panorama alam di ketinggian.
Tak sabar, kami kemudian mengabadikan momen langka itu.
Di atas puncak, Desa Likupang sangat jelas terlihat. Siladen, Manado Tua, serta Gunung Lokon dan Empung juga jelas dalam tatapan.
Teman-teman pewarta terus mengambil gambar. Lokon yang merupakan Gunung teraktif di Dunia jadi latar foto.
Usai mengambil setumpuk dokumentasi, kami kemudian makan bersama. Selera makan saat di atas puncak begitu tinggi, mungkin pengaruh hawa dingin yang seperti menusuk tulang.
Selepas makan bersama, kami tak berlama-lama, sebab tak tahan dengan suhu dingin puncak Mahawu.
“So pas depe jam turun ini. Pas di bawah so galap torang,” kata Rikson sembari melihat jam tangannya.
Sekira pukul 17.43 Wita, kami kemudian turun dari puncak gunung dengan penuh keriangan.
“Biar lala tapi ta obat. Memang mantap depe pemandangan di sini,” ucap Mikdat. (*)