Cerita Menjadi Jurnalis
Oleh: Matt Rey Kartorejo
Pernah terlintas dibenaku, kelak aku akan menjadi jurnalis, seperti teman-temanku. Mimpi itu berawal pada tahun 2009.
Kala itu aku berteman dengan beberapa wartawan senior di salah satu media terkemuka di Sulawesi Utara (Sulut). Aku begitu tertarik dengan para wartawan yang sering menulis berita tentang lingkungan. Maklum aku sangat suka dengan lingkungan yang sehat.

Awal tahun 2010, Pusran Beeg, salah satu wartawan Media Sulut, mengajakku ke Manado dalam rangka rapat redaksi di kantor Media Sulut. Di sanalah aku melihat para wartawan berdiskusi tentang bagaimana mengolah berita. Aku hanya berdiri dan menatap para awak media yang sedang asik berdiskusi. Di benakku saat itu, aku bertanya apakah bisa jadi penulis seperti mereka.
Usai rapat redaksi, aku bertanya kepada Pusran,
“Tat, boleh kita jadi wartawan ?”. “Kenapa tidak !”, jawabnya spontan.
Jawaban Pusran, membuatku begitu semangat. Aku pun bertanya, “apa syarat-syaratnya?”.
“Syaratnya tidak berat. Minimal kamu tahu menulis dan memahami kode etik jurnalis serta undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999”, jawab Pusran.
Usai rapat redaksi, kami pun bergegas kembali ke Boltim.
Impianku menjadi seorang jurnalis sepertinya tertundah. Aku dan Pusran mulai jarang ketemu. Ia begitu sibuk, begitu juga aku sibuk dengan pekerjaanku. Hampir dua tahun kami tidak bertemu.
Aku mulai menghilangkan rasa ingin tahu tentang jurnalisik. Aku selalu terpikir, kapan bisa menjadi penulis dan kapan kesempatan itu akan datang ?.
Motivasiku untuk menjadi jurnalistik begitu tinggi. Terkadang aku mengurungkan niat itu. Aku tak tahu bagaimana cara menjadi seorang jurnalis.
Aku teringat dengan kata-kata yang pernah ku baca, “Jika ingin mengarungi samudra, maka harus berani melepaskan tepian pantai”. Ungkapan ini menjadi memotivasiku. Aku berpikir, tak mungkin hanya menunggu seseorang untuk mengajariku. Aku harus berusaha dan terus bertanya.
Temanku pernah berkata, ‘Kamu tidak bisa menyebrangi lautan kalau hanya terus memandangi air’. Kata-kata itu kutanamkan di dalam hati. Membuatku lebih yakin. Suatu saat, aku akan menjadi kuli tinta sejati.
Tahun 2014, aku sedang asyik menikmati kopi hitam dengan sebatang rokok sambil mendengar alunan lagu Metallica.
Tiba-tiba handphonku berdering. Aku tak mempedulikannya sebab sedang asyik mendengar lagu favorit, judulnya Nothing Else Matter. Selang beberapa waktu, handphoneku kembali berdering. Ternyata Pusran.
“Hallo apa kabar ?”.
“Besok kita ke Manado, kamu mau?” tanya Pusran.
“Ya, saya mau”.
Pusran kemudian mengucapkan salam dan mematikan teleponnya.
Pukul 09.00 WITA, keesokan harinya Pusran mampir ke rumahku. Aku menawarkannya kopi, tapi ia menolak. Aku langsung bersiap-siap. Kami pun berangkat ke Manado menggunakan mobil Avanza. Di Manado kami menginap di hotel.
Esoknya, kami tiba di kantor Media Sulut. Setelah rapat usai, Pusran bertanya kepadaku.
“Ngana suka pegang media online ?”.
“Gimana caranya?”, tanyaku.
“Nanti saya ajarkan. Intinya kamu suka atau tidak”?. “Ya”, aku menjawab dengan sedikit gugup.
Pusran langsung menghubungi Pemimpin Redaksi. Aku pun dibuatkan Surat Tugans dan Id Card. Setelah itu, kami ke Boltim pada pukul 02.00 WITA.
Akupun resmi memegang media online Manadoexpress.co.
Senin, 17 Februari 2014, pertama kali aku meliput di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), di Dinas Pendidikan (Dispen). Orang pertama yang aku wawancarai adalah Kadis Pendidikan Boltim, Yusri Damopolii.
Seiring waktu berjalan, aku mulai meliput di sejumlah dinas. Data dan informasi yang kukirim ke redaksi terdapat banyak kesalahan. Pemimpin Redaksi (Pemred) sering mengedit beritaku. Pemred juga menjelaskan mengenai cara menulis berita yang benar.
Kurang lebih satu minggu beritaku disunting. Hasilnya, dikirimkan kembali padaku. Tujuannya supaya aku tahu cara menulis berita yang benar. Waktu itu aku dibimbing oleh Hendra Karundeng. Ia adalah Pemred Manado Express.co.
Aku pun mulai tahu cara menulis berita. Menurut Hendra, menulis Straight News tidak usah bertele-tele dan jangan menambah atau mengurangi apa yang dikatakan narasumber.

Setelah tahu cara menulis berita, aku pun mulai kerja di beberapa media. Dua tahun di Manadoexpress.co, aku pindah di media online Manadotopnews.com. Setahun kerja di sana, aku pindah lagi ke media Kawanuanews.co, kemudian pindah lagi ke Mangunipost.com. Sesudah bekerja beberapa waktu di mangunipost.com, aku pindah ke Kabarpost.com. Tidak sampai satu tahun di sana, aku dipanggil Pusran Beeg bergabung di Lensasulut.com.
Sampai hari ini, aku masih bertahan di media ini, karena mulai merasa nyaman.

Ketika Wartawan Dituntut Harus Bersertifikasi UKW
Aku pernah membaca di salah satu media tentang wartawan atau jurnalis yang wajib bersertifikasi. Seorang yang mengaku wartawan atau jurnalis harus memiliki identitas jelas terkait profesinya. Pertama, seorang wartawan harus tergabung dalam organisasi profesi wartawan yang diakui oleh Dewan Pers, seperti Persatuan Wartawan Indinesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indinesia (IJTi), dan Aliansi JUrnalis Independen (AJI).

Membaca berita itu, aku berbincang-bincang dengan Ketua dan anggota PWI Boltim. Tujuannya, aku hendak bergabung di organisasi PWI.
Enam bulan lamanya, akhirnya Ketua PWI Boltim, Faruk Langaru, mengajakku bergabung dengan PWI. Aku pun mendapat jabatan sebagai Bidang Advokasi dan Hukum. Dilantik di Gedung PWI Sulawesi Utara (Sulut) oleh Ketua PWI Sulut, Voucke Lontaan. Saat itu, Ketua PWI Boltim, Faruk Langaru, mengatakan akan menggelar kegiatan Uji Kompetensi Wartawan. Tujuannya agar semua anggota PWI Boltim bisa mengantongi sertifikat dan berkompoten.
Beberapa bulan kemudian, kami membuat grup WhatsApp. Namanya Pokja UKW. Melalui grup itu, semua saran dan ide dituangkan demi terselenggaranya UKW.
Anggaran kegiatan UKW, dibutuhkan sekitar 50 juta rupiah. Berkat bantuan salah satu perusahaan tambang, seorang pengusaha, dan Pemerintah Daerah Boltim, dana UKW berhasil dikumpulkan.
Akhirnya, Rabu, 6-11-2019, usai shalat Ashar, kami berangkat ke Manado mengikuti UKW. Kami membawa dua mobil Avanza. Ketua PWI Boltim, Faruk Langaru, dan Sekretaris PWI Boltim, Iskandar Julkarnain, menjadi dua peserta kelas madya, dari 12 peserta kelas muda.
Singkat cerita, pada 8-11-2019, sebanyak 16 orang mengikuti Uji Kompetensi Wartawan di Gedung PWI Sulawesi Utara. Dua kelas untuk peserta muda dan satu kelas untuk kelas madya.
Dua hari kami diuji begitu ketat. Setelah melalui materi wawancara tatap muka dan materi jejaring. Sekitar pukul 10 WITA ujian selesai. Kami pun merapikan ruangan untuk persiapan acara penutupan dan pengumuman hasil uji kompetensi.
Saat pengumuman, suasana ruangan Gedung PWI Sulut menjadi hening. Gugup bercampur cemas mulai menghantui para peserta. Pengumuman diawali pembacaan doa oleh Hidayat Lasambu, salah satu peserta UKW. Hasil pengumuman UKW kemudian dibacakan oleh Ismet Rauf, salah satu penguji yang juga wartawan Kantor Berita ANTARA.
“Dari 16 peserta yang mengikuti UKW, dimana kelas muda diikuti 12 peserta dan kelas madya diikuti 4 peserta, semuanya lulus dan dinyatakan kompeten,” tutur Rauf.
Mendengar hasil pengumuman itu, kami pun terharu. Senyum kebahagian nampak dari semua peserta. Bahkan ada yang hampir menangis.
Di momen berbahagia itu, Ketua PWI Sulut dan PWI Boltim begitu terharu karena 16 peserta dinyatakan berkompeten.
“Saya terharu mendengar teman-teman PWI Bolaang Mongondow Timur kompeten semua,” ucap Ketua PWI Sulut, Voucke Lontaan.
“Saya bangga kalian semua sudah berkompeten. Kalian harus selalu menjaga kehormatan profesi dan menjaga etika,” pesan Ketua PWI Boltim, Faruk Langaru.
Pada kesempatan itu, salah satu penguji asal Aceh, T. Haris Fadhillah, berpesan jika melakukan tugas jurnalistik di lapangan, selalu menjaga harga diri dan martbat.
“Saya ingatkan kepada kalian, jika melalukan peliputan di lapangan selalu menjaga harga diri dan martabat,” tegasnya.
Pesan itu langsung tertanam di hatiku.
Sebelum membubarkan diri, kami berpamitan dan berfoto dengan para penguji. dan menyempatkan diri foto bersama. Setelahnya, kami bersiap-siap kembali ke Bolaaang Mongondow Timur dengan bahagia.
Di dalam mobil menuju Boltim, uang di sakuku tinggal 30 ribu rupiah untuk beli makanan. Walau demikian, hatiku begitu senang sebab bisa meraih apa yang diinginkan. Menjadi jurnalis. Kompeten dan tersertifikasi.
Sepanjang perjalanan pulang, bibirku dipenuhi ucapan syukur kepada Sang Pencipta. Aku teringat ucapan seorang teman, “Apa yang kamu terima adalah buah dari upaya yang kamu lakukan. Jangan berharap lebih jika kamu tak berupaya lebih”. Ternyata benar. Jika ingin berhasil, kita harus yakin sebab keyakinan adalah kunci utama keberhasilan.
Sampai saat ini, UKW Persatuan Wartawan Indonesia Tingkat Nasional sudah 425 angkatan. Jumlah kompetensinya, sebanyak 11,367 wartawan. Ditambah 16 wartawan hasil UKW , totalnya menjadi 11.383 wartawan. Alhamdulillah, saya menjadi salah satu diantaranya.